Hadiqoh Riyahin

Koneksi dengan Ruh Orang Sholih

  Koneksi dengan Ruh Orang Sholih

Sabtu, 29 Juni 2019

Saat Imam Al Ghazali Galau, Apakah yang Aku Cari?


Al Ghazali kehilangan semangat dan stamina untuk mengajar dan meneliti, sehingga produktivitasnya turun drastis
AL GHAZALI dikenal sebagai seorang jenius. Dia sudah hapal al-Quran sebelum memasuki masa puber. Prestasi akademisnya di sekolah dan universitas sangat cemerlang, sehingga tidak heran jika akhirnya dia menjadi guru besar di Universitas Nizamyyah, Baghdad. Sepintas, sampai disini kita melihat bahwa seorang Al-Ghazali menjadi seorang akademisi terkemuka untuk seterusnya. Namun, ternyata jalan hidupnya bergerak ke arah lain.

Dalam suatu fase kehidupannya,  Al Ghazali mengalami penyakit yang aneh. Dia kehilangan semangat dan stamina untuk mengajar dan meneliti, sehingga produktivitasnya turun drastis. Dokter terbaik di seluruh wilayah kekhalifahan sudah dipanggil untuk menyembuhkan penyakit tersebut, tapi mereka semua angkat tangan. Akhirnya Al Ghazali sadar, bahwa penyakit yang dideritanya bukanlah penyakit fisik, namun penyakit psikis.

Ternyata kegelisahan dirinya bermula dari pertanyaan sederhana, yaitu ‘apakah yang aku cari?’ Pada waktu itu, Al Ghazali sudah memiliki posisi tinggi di Universitas, dan memiliki harta berlimpah. Namun, akhirnya dia bertanya kepada dirinya sendiri, ‘apakah semua ini adalah tujuan hidup saya? Posisi di Universitas? Harta berlimpah? Apakah hanya ini? Bagaimana kalau akhirnya saya kehilangan semuanya dalam sekejap?’


Prosesi Talqin Teuku Rizasyah

Al Ghazali menyadari, bahwa motivasinya mengajar dan meneliti tidaklah tulus demi kemanusiaan. Semua itu hanya demi mendongkrak popularitasnya semata. Dan jika memiliki popularitas, hanya menunggu waktu sebelum akhirnya kehilangan semuanya. Perasaan takut kehilangan popularitas itu membuatnya sangat khawatir dan stress berkepanjangan. Semua pertanyaan itu, mengendap dalam pikirannya, tanpa ada jawaban. Akibatnya dia jatuh sakit.

Akhirnya, dia melakukan perjalanan mengembara selama bertahun-tahun. Setelah memberikan nafkah bagi anak dan istrinya untuk hidup, pergilah dia meninggalkan Baghdad. 

Pada awalnya, Al Ghazali bergabung dengan para filusuf. Di forum ini, Al Ghazali mempelajari karya filusuf muslim, seperti Ibn Sina dan Al Farabi. Dari para filsuf muslim itulah, dia mengenal pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Pada awalnya, Al Ghazali sangat puas bergabung dengan para filsuf. 

Bagaimana kalau akhirnya saya kehilangan semuanya dalam sekejap?

Namun, akhirnya dia sadar, bahwa filsafat hanya mampu memberi jawaban terhadap kegelisahan di akal, namun tidak dapat menghentikan kegelisahan hati. Akhirnya, dunia filsafat ia tinggalkan, dan memasuki kelompok kebatinan. Di kelompok kebatinan Al Ghazali dipaksa untuk patuh secara buta terhadap gurunya. 

Pertanyaan atau keraguan adalah pembangkangan. Penggunaan akal untuk menganalisa kebenaran dilarang sama sekali. Ini jauh lebih buruk daripada kelompok filsuf, dan akhirnya kebatinan pun dia tinggalkan.

Selanjutnya, Al-Ghazali bergabung dengan kelompok sufi. Berbeda dengan filsuf, sufisme tidak hanya menggunakan akal, namun juga intuisi. Berbeda juga dengan kebatinan, penggunaan akal dalam sufisme dianjurkan untuk berpikir rasional. 

Pada dasarnya, kelompok sufi melakukan olah batin untuk menjaga keseimbangan antara ikthiar (usaha manusia) dengankepasrahan (berkah Ilahi). Seorang sufi, akan bekerja keras seperti akan hidup abadi di dunia, namun berpasrah seperti akan segera berpulang kepada-Nya. Dalam Sufisme, juga bertoleransi dengan sesama manusia yang berbeda keyakinan. 

Toleransi adalah keharusan, sebab dalam kacamata para Sufi, manusia, siapapun mereka, adalah ciptaan Tuhan. 

Menghargai dan mengapresiasi ciptaan Tuhan adalah suatu keniscayaan. Bergaul dengan mereka yang berbeda ideologi dan berbeda keyakinan sudah menjadi kebiasaan kaum Sufi. Karena prinsip kaum Sufi untuk menjaga keseimbangan. Sufisme adalah agama cinta, tak ada keyakinan beragama seindah keyakinan beragama yang dibangun di atas cinta dan welas asih. Al Ghazali menjuluki kaum Sufi sebagai ‘Penguasa segala keadaan’.

   

MOIIA 
Silky Pudding


Barangkali ada yang pernah liat...

Terus lupa siapa yg jual πŸ˜ 

πŸ’₯Yes..I'm here πŸ˜ƒ 
⇩⇩⇩
Silakan Klik:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar